Jumat, 28 Agustus 2015

Puisi Tema Harapan

         Angan
Karya: Hendrik Kurniawan

Tergores irisan do'a.
Mengharapkan hal yang nyata.
Meskipun dengan segala cara.
Tetapi aku harus tetap berusaha.

Karena impian itu selalu ada.
Bermimpi agar selalu berjaya.
Dan akhirnya hidup bahagia.
Untuk selamanya.

Di sini ku berdiri.
Mengharap sesuatu yang abadi.
Berjuang dan semangat hati.
Itulah yang harus kumiliki.

Aku harus giat belajar.
Aku harus mampu mengejar.
Mengejar segala angan.
Agar tak lagi jadi bayangan.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Cerpen Romantis Terbaru



Untung Ketemu Kamu
Mentari menampakan jati dirinya di sebelah timur. Tetapi hatiku tak secerah sinarnya sebab kejadian saat itu. Saat Nita (kekasihku) pulang dari rumahku, dan terus asyik seraya mencium bunga pemberianku. Tiba-tiba dari arah belakang sebuah mobil sejenis sedan melaju kencang. Sepuluh meter di depan ada sebuah mobil melaju pelan. Mobil di belakang mengambil tepi jalan untuk menghindari mobil di depan, dan. Brakk…
Astagfirulahal’azim, dia menabrak Nita. Nita terlempar ke trotoar. Aku tak percaya pada apa yang barusan terjadi. Mobil itu langsung kabur.
“Hei, tunggu!!” Teriakku mencoba menghentikan mobil itu, namun ia tetap kabur. Dalam sekejap suasana menjadi ramai dan panic. Segeraku berlari menuju Nita. Lailahailallah ia pingsan berlumuran darah di bagian kepala. Dan, nyawanya tak tertolong lagi.
Selepas kejadian itu, hidupku penuh dengan kekosongan hati. Tak ada yang mampu menggantikannya. Hariku sepi, semuanya telah hilang.
Di pagi yang begitu cerah di Cipanas, aku hanya dengan setangkai bunga yang menjadi saksi perpisan aku dengan Nita masih terdiam dengan keheninganku. Meskipun indahnya sinar sang surya pagi menyelusup menyinari bunga itu, raut wajah kesedihan tak lepas dari wajahku.
Jarum jan menunjukan pukul 09:00. Aku masih berada dalam kamarku bersama kehampaan dalam jiwaku.tak lama kemudian ibuku mengetuk pintu dan memanggilku.
“Dri, sarapan dulu nak.”
“Iya, bu.” Jawabku seraya menyimpan kembali bunga itu pada vashnya. Aku pun keluar dari kamarku dan menghampiri ibuku.
“Sampai kapan kamu akan mengurung diri dengan kesedihanmu?”
“Aku tidak tahu bu, yang pasti aku sangat terpukul dengan kejadian 2 bulan yang lalu, di mana kekasihku Nita meninggal. Sebab kecelakaan seusai dari rumah.”
Tak ada lagi yang bisa aku lakukan tanpa dia. Ingin sekali aku hilangkan kehampaan ini, aku ingin sekali mencari pengganti Nita, tapi aku tak bias hijrah cinta begitu saja. Aku sangat mencintai Nita.
Hingga suatu hari aku bertemu dengan gadis, dia berwajah cantik nan anggun. Nama gadis itu Nina. Ada perasaan aneh saat aku bersama dia. Sewaktu kami bertemu di taman tanpa sengaja. Saat itu aku tengah bergegas Karena kebelet banget dan dari arah berlawanan dia pun berlari, sehingga kami bertabrakan. Brukk…
“Sorry-sorry…” Ucapaku.
“O.. Iya tidak apa-apa.” Jawabnya.
Aku pun mencoba membantunya dengan mengambil dan mengumpulkan bukunya yang jatuh berserakan akibat tabrakan tadi.
“Maaf ya,” Ulangku minta maaf.
“Iya tidak apa-apa.” Jawabnya. Aku pun memberikan buku yang tadi aku kumpulkan.
“Nih bukunya.”
“Terima kasih.”
Di sanalah muncul percakapan semakin akrab, dan hajatku pun telah hilang entah kenama. Hehehe …
“Sekali lagi aku minta maaf ya.” Ulangku ke tiga kalinya.
:Iya.. Tidak apa-apa, Terima kasih ya..”
Kami pun berdiri bersamaan.
“Memangnya ada apa kok tergesa-gesa?” Tanyaku memulai basa-basi.
“Oh, tidak ada apa-apa kok.” Jawabnya dengan nada polos.
“Kenapa, dari tadi jawabnya tidak?”
“Tidak.”
“Tuh kan tidak lagi.”
“Hmmm…”
“Apa?”
“Tidak.”
“Kok tidak lagi, oh iya nama kamu siapa?”
“Namaku Nina, mas sendiri?” balik Tanya padaku.
“Oh, nama yang cantik. Kenalin nama aku Andri!” Seraya menjulurkan tanganku padanya.
“Oh, maaf mas. Aku di larang bersentuhan dengan laki-laki yang bukan mahramku.”
“Maaf, aku tidak tahu, oh mari duduk.” Ajakku padanya. Kami pun duduk kebetulan di sana tepat ada kursi taman.
“Kamu dari mana?”
“Maksudnya apa mas?” kembali bertanya karena tidak paham.
“Maksudnya kamu tinggal di mana?” menjelaskan.
“Oh, aku tinggal di Cipanas mas.”
“Jadi masih satu daerah sama aku.”
“Jadi mas juga tinggal di sini?”
“Iya. Ngomong-ngomong jangan panggil aku mas dong, terasa kayaknya udah tua. Panggil nama saja.”
“Hehehe … maaf ya!”
“Iya, tidak apa.”
“Mas, eh .. Andri aku pulang dulu sudah sore.”
“Mari biar aku antar.” Ajakku memberi tumpangan pulang bersama.
“Tidak usah, terima kasih.”
“Ayolah, tidak baik perempuan sore-sore begini pilang sendirian.”
“Gimana ya, aku takut ketahuan sama orang yang kenal sama aku.”
“Tidak usah khawatir, aku bertanggung jawab.”
“Maksud tanggung jawab?”
“Maksudnya, biar aku yang menjelasin.”
“Oh.”
“Iyas, mau tidak?”
Nina hanya terdiam.
“Ayolah…” Ajakku setengah memaksa.
“Baiklah.”
Kami pun menuju motor yang aku parkirkan di pinggir jalan dekat taman. Motor menderu kencang. Aku pun mengantarkan dia pulang kerumahnya. Ternyata dia tinggal di Jl. Raya Muncang Km.04 itu.
Kenapa hatiku bahagia? Apa mungkin ini cinta? Karena saat berada di dekatnya aku merasa nyaman. Tapi, apakah aku harus menghianati Nita?. Dari satu sisi aku aku sudah menemukan pengganti Nita, dari sisi lain aku masih sangat mencintai Nita. Tapi aku tak mau hidup dalam kehampaan ini.
Kami pun sampai dirumah Nina.
Kami keluar dan duduk di kursi depan rumah Nina.
“Mampir dulu.”
“Iya terima kasih, aku pulang dulu. Oh iya mana nomor handphone kamu?”
“Oh, iya nih.” Menuliskan nomor handphonenya di handphoneku.
“Terima kasih.” Ucapku seraya mengambil handphone dari tangannya, dan tanpa sengaja aku memegang tangannya.
Hening sejenak.
Tatapan mata kami beradu.
“Eh.. Maaf-maaf. Nin aku mau serius sama kamu. Memangnya kita baru pertama bertemu, aku merasa nyaman kalau dekat kamu.”
“jadi?”
“Ya, kamu mau tidak jadi pacarku.”
“Baiklah aku mau, tapi aku tak mau pacaran aku mau taarufan saja.”
Sejak saat itulah aku bias mengisi kehampaan ini.
Apabila kita hendak menjalin hubungan anatara laki-laki dan perempuan dalam islam tidak ada kata pacaran melainkan bertaaruf. Dan seorang muslim atau muslimah di larang bersentuhan anggota tubuhnya tanpa dilandasi pernikahan yang syah, karena itu hukumnya haram.